Komisi II DPRD Kalsel terus mengawal perkembangan inovasi beras terapung di wilayah Kalsel, khususnya Kabupaten Barito Kuala yang hampir sepanjang tahun terendam air.
“Hampir tiga tahun, kami belum bisa panen. Jangankan panen, tanam padi saja tidak cukup,” kata Kepala Desa Pantai Hambawang, Kabupaten Barito Kuala, Mahdiyanoor saat rapat dengan Komisi II DPRD Kalsel, kemarin.
Diakui, masalah banjir sangat serius bagi warga yang menggantungkan hidupnya dari pertanian.
“Air mulai surut, Juli akan kita lakukan kebun, mudah-mudahan bertahan tidak terendam air di akhir tahun yang sering terjadi pasang surut,” jelasnya.
Untuk itu, Komisi II menggandeng Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kalsel dan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Barito Kuala (Distan PHP) memperkenalkan inovasi beras apung yang tahan banjir.
Sekretaris DPKP Kalsel, H Imam Subarkah menjelaskan, padi terapung menjadi alternatif ketika bercocok tanam di lahan konvensional tidak memungkinkan akibat banjir. Bahkan, Pemprov Kalsel juga berupaya mengalokasikan dana bantuan untuk pengembangan inovasi nasi terapung agar lebih masif lagi.
“Kami sudah menjajaki dengan pabrik plastik di Surabaya. Mudah-mudahan uji coba mengapungkan pot bisa lebih murah dan mudah,” kata Imam Subarkah, dalam pertemuan yang dihadiri kelompok tani dan masyarakat.
Hal ini dikarenakan media styrofoam yang digunakan untuk mengapung nasi masih sangat rapuh, mudah pecah, terkena angin kencang dan juga bisa lepas atau sobek.
Hal senada juga diungkapkan Ketua TPH Distan Batola, Ir Murniati, yang berharap inovasi beras terapung ini dapat mengurangi beban petani yang sudah jauh dari produktif sejak tahun 2020.
“Beras terapung sangat membantu saat terjadi bencana banjir, mengingat sudah tiga tahun terendam air,” ujar Murniati.
Ditambahkannya, pengembangan pasi apung sangat membantu perekonomian masyarakat disini, ini salah satu solusi agar masyarakat tetap produktif bercocok tanam.
Selain Batola, Komisi II juga memantau perkembangan inovasi nasi terapung di Kabupaten Balangan.
Kepala Bidang Tanaman Pangan Hortikultura Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kabupaten Balangan, Rizkianor Fauzi mengatakan, dari analisis ekonomi, program beras terapung kurang menguntungkan, namun meski padat modal, program ini memiliki banyak keuntungan. keuntungan dan merupakan solusi bagi daerah yang sering terendam sepanjang tahun.
“Ini bukan pengganti padi yang ditanam di lahan yang ada. Ini alternatif bagi daerah yang terendam sepanjang tahun,” kata Rizkianor.
“Kita memang butuh inovasi, tapi kita cari solusi agar penggunaan beras terapung bisa lebih murah,” jelasnya.
Anggota Komisi II DPRD Kalsel, H Iberahim Noor berharap di tengah ancaman banjir, Kabupaten Batola dan Balangan tetap menjadi lumbung padi Kalsel.
Untuk kendala biaya yang tinggi, menurutnya perlu kolaborasi untuk memikirkan bersama alternatif pengganti styrofoam, misalnya dengan daur ulang plastik, bambu, dan sebagainya.
“Ternyata hasil dari program beras terapung tidak mampu menutupi biaya yang dikeluarkan untuk penyediaan media tanam dan lain-lainnya,” kata politikus Partai NasDem itu.
Namun inovasi nasi terapung di kawasan Balangan akan dikembangkan menjadi salah satu daya tarik desa wisata.