Tiga badut jalanan yang diduga berasal dari Banjarmasin ditangkap Satpol PP Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Kejadian ini memicu reaksi dari Dinas Sosial (Dinsos) Banjarmasin.
****
Badut jalanan yang tertangkap akan dikembalikan ke Banjarmasin. Pemulangan kabarnya akan dilakukan oleh Pemkab HST. Kepala Dinas Sosial Banjarmasin, Dolly Syahbana mengatakan, upaya pemulangan serupa sebenarnya sudah sering dilakukan oleh petugas Dinas Sosial Banjarmasin terhadap gelandangan dan pengemis (gepeng) atau anak jalanan (anjal) dari luar daerah yang menjadi sasaran penertiban di Banjarmasin.
“Status mereka saat ini pengungsi. Kami masih menunggu konfirmasi dari Dinas Sosial HST untuk pemulangan ke Banjarmasin,” ujarnya.
Apa yang dilakukan partainya saat badut jalanan yang terjaring itu tiba di Banjarmasin? Dolly mengatakan, pihaknya akan memeriksa yang bersangkutan. Apakah termasuk dalam penerima bansos, atau tidak.
“Kami akan melakukan pendataan terlebih dahulu. Jika mereka termasuk kategori miskin, kami akan memberikan bantuan sosial (bansos),” janjinya.
Sekadar informasi, tiga badut jalanan yang tertangkap di Kabupaten HST merupakan satu keluarga. Sang ayah berinisial Y (50). Dua anaknya berinisial SA (24) dan AR (18).
Mereka ditertibkan karena dianggap meresahkan masyarakat dan mengganggu aktivitas jalan raya. Tepatnya di lampu merah Simpang Empat Tangkarau. Penertiban tersebut mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Transantibum.
Saat diperiksa, ketiganya tidak memiliki identitas. Namun ketiganya mengaku berasal dari Banjarmasin, di Jalan Kelayan B.
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Banjarmasin, Budiannor membenarkan saat ini pihaknya sedang menunggu pemulangan oleh Pemkab HST.
“Kami juga masih menunggu surat hasil penilaian dari Pemkab HST. Sampai hari ini, kami belum menerima surat tersebut,” katanya, kemarin (17/3).
Budiannor menjelaskan, seiring berjalannya mekanisme, Dinas Sosial Pemkab HST akan menyurati Pemkot Banjarmasin. Dalam surat itu dijelaskan bahwa mereka yang tertangkap berdomisili di Banjarmasin.
Saat surat itu tiba, Dinas Sosial Banjarmasin akan melanjutkan dengan menelusuri keluarganya. Apakah benar warga Banjarmasin atau tidak. “Ini pernah terjadi sebelumnya. KTP menunjukkan alamat di Banjarmasin. Saat kami telusuri, ternyata mereka sudah pindah rumah,” jelasnya.
“Kalau sudah seperti itu, kami tidak bisa berbuat apa-apa,” tegasnya.
Pernah kepergok sama badut jalanan asal Banjarmasin di daerah lain? Budi setuju. Hal itu terjadi karena di Banjarmasin sudah tidak ada lagi tempat bekerja sebagai badut jalanan.
“Kemudian juga didukung oleh banyak masyarakat Banjarmasin yang sudah sadar. Bahwa tanah pahala tidak harus dengan memberikan sesuatu kepada pengemis, pelacur, dan badut di jalanan,” ujarnya.
“Bantuan masih bisa disalurkan ke panti asuhan dan sejenisnya. Bukan di jalanan,” tegasnya.
Selain masih banyak mengandalkan aparat penegak hukum (Perda) alias Satpol PP, pihaknya juga mengintensifkan pembinaan mental keluarga sebagai langkah penanganan.
“Salah satunya, dengan mengubah mentalitas orang miskin. Kita sering menemukan bahwa mereka yang terjaring ternyata mampu. Tapi, karena pendapatan mengemis di jalanan dirasa lebih besar, mereka pun turun ke jalan,” jelasnya.
Termasuk keberadaan anjal. Menurut Budi, yang ditemukan pihaknya bukanlah mata air asli. Dalam artian, masih punya keluarga. Bukan benar-benar terbengkalai, atau terbengkalai.
“Sementara, fungsi utama kami menangani orang terlantar atau terlantar. Namun, ketika kami menertibkannya dan membawanya ke rumah singgah, keluarganya datang,” katanya.
Akibatnya, pihaknya hanya bisa memberikan pernyataan. Agar yang bersangkutan tidak mengulangi perbuatannya lagi di kemudian hari. “Namun kenyataannya kembali terjadi. Memang menjadi profesi dirasa mampu menghasilkan pendapatan yang besar,” ujarnya.
“Makanya program kami menyasar pembinaan mental. Sasarannya juga keluarga yang bersangkutan. Kami ingin menekankan bahwa sebenarnya mereka mampu, tapi hanya mental yang miskin,” imbuhnya.
Sedangkan bagi yang benar-benar tidak mampu, Budi mengaku pembinaan terus dilakukan. “Namun, memang ada persyaratan khusus. Misalnya yang ketahuan putus sekolah, kita kirim dulu ke sekolah,” ujarnya.