JADI kepala daerah terkaya di Provinsi Kalimantan Selatan, mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif yang akrab disapa ‘Majid Hantu’ kembali menjadi tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
JIKA Sebelumnya, dalam kasus korupsi pembangunan ruang perawatan RS Damanhuri Barabai, Latif divonis di tingkat pertama Pengadilan Tipikor Jakarta pada 2018.
Latif divonis 6 tahun penjara dan denda Rp. 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Latief dianggap terbukti menerima suap Rp 3,6 miliar untuk pembangunan bangsal rawat inap di Rumah Sakit Damanhuri Barabai.
Latif saat menjabat sebagai Bupati HST periode 2016-2021, ternyata pada pertengahan tahun 2019 Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menaikkan hukumannya menjadi 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. penjara.
BACA: KPK Telusuri Sumber Fee dan Asal Aset Mantan Bupati HST Abdul Latif
Latif dinilai terbukti menerima project fee 7,5 persen dari PT Menara Agung Pusaka, perusahaan milik Dony Witono pemenang tender pembangunan ruang perawatan kelas I, II, VIP, dan Super VIP di RS Damanhuri Barabai. Rp. Angka 3,6 miliar itu merupakan fee sebesar 7,5 persen dari total nilai proyek Rp. 54.451.927.000 atau setelah dipotong pajak menjadi Rp. 48.016.699.263.
Tak cukup itu, kejaksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan TPPU bernomor 5/Pid.Sus-TPK/2023/PN Bjm, berdasarkan surat dakwaan bernomor 11/TUT.01.03/24/ 01/2023 tanggal 12 Januari 2023 yang dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Banjarmasin.
BACA JUGA: Sempat Gugat KPK, Mantan Bupati HST Tersangka Kasus ML
Berdasarkan pemeriksaan SIPP PN Banjarmasin, ada 10 jaksa yang bertugas untuk mengusut mantan Bupati HST Abdul Latif di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin. Mereka adalah Surya Dharma Tanjung, Eko Wahyudi Prayitno dan kawan-kawan.
Dalam dakwaannya, Latif periode Februari 2016 hingga Desember 2017 menerima gratifikasi sebesar Rp41. 553.554.006 di ruang kerjanya di kantor Bupati HST di Barabai.
BACA JUGA: KPK Sita 8 Mobil Mewah Milik Bupati HST Abdul Latif
Atas perbuatannya, KPK menjatuhkan dakwaan ganda. Yakni Pasal 5 ayat 4 dan 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dan Pasal 76 ayat (1) huruf e Undang-Undang Pemda Nomor 23 Tahun 2014 tentang dakwaan pertama. .
Kemudian, dalam dakwaan kedua, Latif periode 2016-2021 menerima mobil mewah dan motor mewah berukuran besar di sejumlah dealer di Jakarta. Harta Latif berupa uang di rekening Bank Mandiri KCP Barabai mencapai lebih dari Rp. 8,2 miliar dan uang lainnya di BTN Batara Cabang Banjarmasin atas nama H Fauzan Rifani sebesar Rp. 2,5 miliar. Termasuk, pembelian tanah dan bangunan senilai Rp 2.851.350.000 atau Rp 2,8 miliar di Kota Barabai.
BACA JUGA: Masuk Kawasan Merah, BPKP Kalsel Terus Pantau Kabupaten HST dan HSU
Ada juga pembelian mobil mewah lebih dari Rp 19,7 miliar untuk tipe Lexus LC 570, sepeda motor BMW, mobil Hummer, Lexus, Toyota Kijang Inova, Cadillac dan lain-lain. KPK menuding uang itu dihabiskan untuk gratifikasi. Latif juga dijerat KPK melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Pencucian Uang Nomor 8 Tahun 2010.
BACA JUGA: MCP Zona Merah HSU-HST, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron: Wajar OTT!
Juru bicara PN Banjarmasin, Aris Langgeng Bawono membenarkan berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Banjarmasin, sidang perdana terdakwa Abdul Latif akan digelar pada Rabu (18/1/2023) pukul 09.00 WIB di Banjarmasin. Pengadilan Tipikor.(rekam jejak)