Kristen Muhammadiyah alias KrisMuha viral di media sosial dan menjadi perbincangan netizen. Varian baru ini merujuk pada umat Kristiani yang bersimpati dengan Muhammadiyah.
Mengutip laman resmi Muhammadiyah, fenomena aneh kekristenan Muhammadiyah itu berdasarkan penelitian yang dilakukan Abdul Mu’ti dan Fajar Riza Ulhaq.
Kemudian disusun menjadi sebuah buku utuh berjudul “Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan”.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) juga tertarik dengan buku ini dan menggelar acara bedah buku.
Bekerja sama dengan Pusat Studi Strategis dan Kemitraan (LKKS) Muhammadiyah, acara bedah buku ini diselenggarakan pada Senin (22/05) di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta.
Menurut Ketua LKKS PP Muhammadiyah, Fajar Riza Ulhaq, buku ini menggambarkan situasi toleransi di daerah terpencil di Indonesia, khususnya di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal).
Daerah pinggiran Indonesia yang dimaksud adalah Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT); Serui, Papua; dan Putussibau, Kalimantan Barat.
Menurut Fajar, fenomena munculnya varian Kristen Muhammadiyah dapat dijelaskan dengan interaksi yang intens antara siswa Muslim dan Kristen di lingkungan pendidikan di sekolah Muhammadiyah.
Namun, perlu dicatat bahwa interaksi ini tidak menghilangkan identitas mereka sebagai orang Kristen yang taat.
“Kami tidak menyangka animo dan antusias masyarakat (pembaca) terhadap karya ini masih begitu besar hingga saat ini, padahal buku ini terbit tahun 2009. Ini merupakan sumbangsih Muhammadiyah dalam membangun generasi Indonesia yang lebih toleran, inklusif , dan terbiasa hidup bersama dalam keberagaman,” kata Fajar.
Selain itu, Sekjen PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, awalnya buku ini terbit tahun 2009 namun kurang detail dari segi data.
Namun, saat ini, menurut Mu`ti, buku yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas (Kompas Gramedia) ini telah mengalami penyempurnaan secara menyeluruh dan juga tertata dengan baik.
“Khusus pada bab kedua buku ini menjelaskan tentang akar pluralisme pendidikan Muhammadiyah di tingkat akar rumput,” kata Mu`ti.