Amuntai, InfoPublik – Senyum hangat tersungging saat Pjs (Pejabat) Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) R Suria Fadliansyah menyambut kedatangan rombongan Yayasan Adipati Danuraja di Amuntai.
Kedatangan delegasi yang diketuai oleh Dewan Pembina Yayasan Adipati Danu Raja, Hj Sjahrizada Subardjo atau istri mantan Gubernur Kalsel era 70-80-an itu, disambut langsung oleh Pj Bupati HSU beserta jajarannya. jajaran dalam acara silaturahmi dan silaturahmi di Mess Dipa Negara, Rabu (25/1/2023) malam.
Pj Bupati HSU mengaku menyambut baik kedatangan Yayasan Adipati Danuraja di Amuntai sekaligus silaturahmi dan jejak kiprah Adipati Danuraja yang juga dikenal sebagai Temenggung Dipa Nata di era Kesultanan Banjar khususnya di Amuntai.
Menurutnya, kedatangan Hj Sjahrizada Subardjo dan rombongan untuk mengenal nostalgia masa lalu sekaligus dapat menggali dan memperkenalkan situs budaya di Kabupaten HSU seperti Candi Agung.
Dikatakannya, Pemkab HSU terus berupaya memperbaharui tempat-tempat wisata potensial yang ada di Kabupaten HSU.
“Melalui kunjungan ini, kami berharap nantinya bapak ibu dapat melihat kemajuan yang telah dicapai oleh Kabupaten Hulu Sungai Utara, seperti gedung besar RS Pambalah Batung Amuntai yang baru,” imbuhnya.
Sementara itu, Anggota Dewan Pembina Yayasan Adipati Danuraja, H Fahrinnor Riza menyampaikan terima kasih kepada Plt Bupati HSU yang telah menerima kunjungan hangat dari jajaran SKPD-nya.
Menurutnya, selain silaturahmi, kunjungan ini juga sebagai ajang untuk melihat kembali atau menelusuri jejak tanah leluhur mereka, meski kini tersebar di berbagai daerah.
“Sejak didirikan enam tahun lalu (Yayasan Adipati Danuraja) pengurus dan anggotanya adalah Datu Kabul zuriat (Datu Sepuluh) dan Adipati Danuraja, jadi selain silaturahmi kegiatan ini juga disebut mudik,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakannya, sejak beberapa tahun lalu Yayasan Adipati Danuraja juga telah menerbitkan buku Biografi Adipati Danuraja, sehingga buku ini diharapkan menjadi arsip Kabupaten HSU.
Terakhir, Fahriannor berharap Yayasan Adipati Danuraja dapat bekerja sama dengan Pemkab HSU salah satunya dengan memperhatikan tempat-tempat bersejarah yang ada di Kabupaten HSU seperti makam Raden Adipati Danuraja.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Dewan Pembina Yayasan Adipati Danu Raja, Hj Sjahrizada Subardjo, memberikan buku tentang ‘Karya Adipati Danuraja’ kepada Plt Bupati HSU, Kepala Dinas Perpustakaan HSU dan Camat HSU Kantor Pendidikan.
Sebagai informasi, Zainal Abidin atau Adipati Danu Raja yang juga dikenal sebagai Temenggung Dipa Nata pada zaman Kesultanan Banjar dan pemerintahan Kolonial Belanda, adalah seorang penguasa berpangkat Adipura.
Jika dikonversi, sekarang setingkat gubernur yang membawahi Banua Lima, yang pada saat itu pusat pemerintahan wilayah Hulu Sungai merupakan wilayah Kesultanan Banjar, yang tidak juga diserahkan kepada Hindia Belanda. .
Adipati Danu Raja adalah salah satu staf Sultan Adam yang mengelola kawasan Banua.
Hingga akhirnya Kesultanan Banjar dihapuskan secara sepihak oleh Belanda pada tahun 1860, wilayah Banua Lima digabung menjadi afdeeling Amonthaij atau Amuntai pada tahun 1861.
Sedangkan Adipati Danu Raja tetap menjadi penguasa dengan tambahan pangkat Raden Adipati Danu Raja.
Daerah di bawah Adipati Danu Raja sebagai raja daerah pada waktu itu meliputi Kecamatan Alaij (Alai), Kecamatan Amandit (Kandangan dan sekitarnya), Kecamatan Nagara (Daha), Kecamatan Amuntai, Sungai Benar dan Alabio, Distik Jika (Kelua), Kecamatan Balangan, Kecamatan Tabalong, Kecamatan Sihong, dan Kecamatan Patei.
Dari berbagai referensi, Adipati Danu Raja termasuk dalam kelompok Sepuluh Anak Cucu di Amuntai. Sebagai raja daerah (adipati) yang beribukota di Sungai Banar (sekarang Amuntai Selatan), merupakan salah satu provinsi di bawah Kesultanan Banjar, antara tahun 1835-1845.
Banua Lima awalnya merupakan wilayah Kerajaan Negara Daha yang ditaklukkan Kesultanan Banjar pada zaman raja pertama, Sultan Sultan Suriansyah, hingga menjadi wilayah kekuasaan.
Saat itu, ibu kota Banua Lima yang semula berada di Negara Bagian Daha (Nagara, Hulu Sungai Selatan), dipindahkan ke Sungai Banar (Amuntai Selatan).
Hingga Kesultanan Banjar dihapuskan oleh Belanda, dan akhirnya wilayah Banua Lima menjadi afdeeling Amonthaij (Amuntai). Namun Adipati Danu Raja tetap menjadi raja di daerah Banua Lima.
Pemerintahan Adipati Danu Raja tercatat dalam catatan sejarah, antara lain Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia), Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia) (1860).
Tijdschrift van het Bataviaasch Genootschap dan referensi lain mengatakan nama aslinya adalah Jenal, dan versi lainnya lebih lengkap Anang Jainal Abidin.
Dari keturunan Adipati Danu Raja, ada dua atau tiga nama yang mewarisi kekuasaannya, yakni Kiai Temenggung Mangkunata Kusuma, Raden Ngabehi Warga Kesoema, dan Haji Temenggung Kasuma Juda Negara. Hingga Adipati Danu Raja wafat pada tanggal 9 November 1861.
Sedangkan dari garis keturunan, Adipati Danu Raja merupakan anak dari Kiai Ngabehi Jaya Negara (Pambakal Karim) dan Aluh Ungka.
Maka keturunan Datu Kabul (Datu Sepuluh) yang berjasa pada zaman Kesultanan Banjar dipertemukan kembali di bawah Yayasan Adipati Danu Raja. (Diskominfosandi/wahyu/ihsan/ricky/toeb)
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan/atau menyalin konten ini dengan mengutip sumbernya InfoPublik.id